tentang AHLI SUNNAH WAL JAMA'AH

Sabtu, 29 Oktober 2011

SEJARAH KERAJAAN BANI ABBASIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya mempelajari sejarah dakwah ini bagi para da’I, karena sebagai suatu pedoman, pegangan tamsil, dan tolak ukur agar para da’I bisa mencapai suatu keberhasilan dan menyebar luaskan dan meningkatkan mutu islam itu sendiri.
Suatu pesan yang disampaikan, yang mana mendapat respon yang baik dari para mad’u tersebut bila mana seorang da’I mengetahui, memahami dunia dakwah tersebut baik meliputi sosiologi dakwah, psikologu dakwah dan sejarah keda’waan.
Berbagai rintangan, hambatan dalam menyampaikan dakwah ini tidak sedikit dari anbiya’. Merasakannya. Seperti halnya nabi Muhammad SAW, begitu halnya masa setelah beliau yakni masa Khulafa’ur rosyidin, bani umayah, mereka tetap melaksanakan dakwah tersebut (menyampaikan Islam keseluruh dunia) dan akhirnya mereka pun berhasil dan pada pembahasan ini, masa setelah bani umayah yakni bani abbasiah, kami berusaha untuk mengmbil tamsil dari perjuangan mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana leadaan pemerintahan dinasti bani Abbasiah?
2. Usaha dakwah apa yang berjalan pada masa pemerintahan dinasti Abbasiah?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk Keadaan Pemerintahan Bani Abbas
Awal masa kekuasaan dinasti bani Abbas diawali dengan pembangkangan yang dilakukan oleh dinasti umayah di Andalusia. Di satu sisi abdur Rohman al-daklil bergelar Amir (jabatan kepala wilayah ketika itu) sedang di sisi lain, ia tidak tunduk pada Kholifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abdur Rohman al-daklil terhadap bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh mua’wiyah terhadap Ali bin Abi Tholib[1].
Dari segi durasi, kekuasaan dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitui sekitar lima abad (133- 656 H/ 750- 1258 M), dan masa pemerintahan bani Abbas di bagi menjadi beberapa fase, menurut Ira M. Lapidus, menyederhanakan fase dinasti bani abbas menjadi Dua:
Pertama, masa Awal dinasti bani Abbas (750-833 M)
Kedua, masa kemundurannya (833- 945 M).
Adapun Badri Yatim membagi fase dinasti bani Abbas menjadi lima periode:
- Periode pertama atau pengaruh Persia pertama (750- 847 M).
- Periode kedua atau periode pengaruh turki pertama (750- 847 M).
- Periode ketiga atau periode pengaruh Persia kedua yang ditandai dengan penguasaan Baghdad oleh dinasti Buwaihi (945-1055 M).
- Periode keempat atau periode pengaruh turki kedua ditandau dengan penguasaan Baghdad oleh Dinasti Saljuk.
- Periode kelima[2].
Kali pertama pendiri dinasti Abbas adalah abu al-Abbas Al safah (750- 754 M). akan tetapi, karena kekuasaannya sangat singkat maka Abu Ja’far al Mansur menggantikannya (754- 775 M) dan banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al- Mansur memindahkan ibu kota dari damaskus ke hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan etesiphon bekas ibu kota Persia. Oleh karena itu, ibu kota pemerintahan dinasti bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia[3].
Sistem pemerintahan baru yang di ciptakan oleh abu ja’far al- Mansur adalah pengangkatan wazir sebagai coordinator departemen. Wazir pertama adalah Kholid bin Barmak yang berasal dari Persia. Al-Mansur juga membentuk lembaga protocol negara, sekretaris negara, kepolisian negara disamping angkatan bersenjata, dan lembaga kehakiman negara.
Dari sini dapat didimpulkan, pendiri dinasti bani Abbas adalah Abu al-Abbas al-safah dan Abu Ja’far al-Mansur, sedangkan masa kejayaan dinasti ini berada pada fase delalapan Kholifat berikutnya, al-Mahdi (775- 785 M), al-Hadi (775+ 786 M), Harun ar-Rosyid (786- 809 M), al-Amin 809- 813 M), al-Makmun (813- 833 M), al-Multasim (833- 842 M), al-watsid (842- 847 M), al-Mitawakkil (847- 861 M).
Kemunduran dinasti bani Abbas ditandai dengan adanya pertikaian internal dinasti bani Abbas sebelum meninggal, Harun al-Rosyid telah menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota untuk menjadi kholifah ya’ni al-Amin dan al-MAkmin. Al-Amin diberi hadiah berupa wilayah bagian barat, sedangkan al-Makmun diberi hadiah beripa wilayah bagaian timur, setelah Harun ar-Rosyid wafat (809 M), al-Amin putra mahkota tertua, tidak bersedia membagi wilayahnya dengan al-Makmun. Oleh karena itu pertempuran dua bersaudara terjadi yang akhirnya dimenagkan oleh al-Makmun[4]. Setelah perang usai al-ma’min berusaha menyatukan kembali wilayah dinasti bani Abbas. Untuk keperluan itu, ia didukung oleh Tahir panglima militer, dan saudaranya sendiri yaitu Mu’tyasim.
Faktor lain kemunduran dinasti Abbas itu sendiri adalah adanya faham mu’tazilah yang dijadikan sebagai madzhab resmi pada masa pemerintahan al-Ma’mun. Dijelaskan bahwa faham mu’tazilah dijadikan alat oleh al-Ma’mun untuk menguji para pemuka Agama dan hakim adalah ajaran tentang kemakhlikan al-Qur’an. Dan munculnya juga aliran Ahl al-Sinnah yang mana dipelopori oleh Abu al-hasan ali bin Ismail Al-Asy’ari, beliau adalah murid al-Juba’I (Mu’tazilah). Perdebatan antara al-Juba’I dengan al-Asy’ari membuat murid mengubah sikap, yaitu menyatakan diri keluar dari mu’tazilah[5].
Dari segi ketundukan kepada kholifah, dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua dinasti yang mengakui kholifah Abbasiah, dan dinasti yang tidakj mengakui kholifah tersebut. Sedangkan dari segi letak geografis, dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua, dinasti –dinasti kecil di timur Baghdad, thahiri, safari, dan samani. Dan dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad, Idrisi, Aglaby, Thulub, Hamdani, dan Ikhsidi. Akan tetapi, terdapat dua dnasti kecil yang secara langsung mengusai beghdad, Buwaihi, dan Saljuk.
B. Usaha-usaha Dakwah Pada Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbas
Masa pemerintahan dinasti Abbasiah merupakan masa keemasan bagi dunia islam, karena pada masa ini perkembangan islam sangat meningkat, salah satumya adalah usah dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu agama.
A. Perkembangan Ilmu Agama
1. Kalam Mu’tazilah
Pada zaman dinasti Abbasiah fase pengaruh Persia pertama, aliran mu’tazilah yang dirintis oleh wasil al-atha pada zaman umayah diteruskan oleh murid-muridnya dan dikembangkan. Toko mu’tazialah kedua adalah Amr ibn Ubaed (699- 757 M). gagasan pokok yang menjadi ajaran mu’tazilah adalah al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-nahyan al-Munkar[6].
2. Hadist Dan Fiqh
Malik ibn Anas ibn Abi Amr al-Ashbali di lairkan di Madinah pada tahun 97 H, ia hidup pada zaman pemerintah umayah selama 40 tahun, dan sisanya yakni 46 tahun di habikan pada zaman bani Abbasiah, Imam Malik wafat tahun 179 H.
Imam Malik menyaksikan beberapa pemberontakan dan kedzaliman yang dilakukan oleh para pemimpin politik, seperti penindasan yang dilakukan terhadap keturunan Ali bin Abi Tholib, beliau menyikapi pemberontakan tersebut dengan berpendapat “apabila seorang kepala negara mampu berlaku adil, dan masyarakat senang menerimanya, maka kita tidak boleh memberontak terhadapnya, dan jika ia tidak berlaku adil, rakyat harus sabar dan memperbaiki orang yang menjadi kepala negara, tapi apabila ada yang memberontak karena ketidak adilan tersebut, kita tidak boleh membentu pemerintah dalam menindas pemberontak tersebut, karya tertulis yang di hasilkan oleh imam malik yang sampai saat ini masih dapat kita baca adalah Al-Mutawattho’, kitab ini merupakan kitab hukum islam yang outentikyang pertama dan juga merupakan kumpulan hadist Nabi Muhammad SAW.
Ulama’ yang lainnya adalah Muhammad ibn Idris al-Syafi’I (150-204H). Imam Syafi’I menghasilkan tiga karya besar dalam tiga bidang ilmu, al-Umm dalam bidang Fiqih, Ar-Risalah dalam biudang Ushulul fiqh, dan Fiqih al-Akbar dalam bidang Ilmu kalam.
Selain ulama’ tersebut diatas, jhga terdapat ulama besar yang lahir antara lain:
- Zakaria al-Rozi atau yang lebih dikenal dengan Razhes (bahasa latin), beliau adalah ahli kedokteran klinis. Dan penerus ibn hayyam dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih disbanding dengan kegiatan ilmiah sebelumnyadan mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenankannya terhadap bahan-bahan yang di telitinya serta hasilnya. Bukunya merupakan buku manual laboratium kimia yang pertama[7].
- Al-faraby yang di kenal di dunia barat dengan nama Alpharasius, seorang filosof yang juga ahli dalam fisika, ia menulis kitab al-musiqa dan masih banyak karya tulis yang lainnya.
- Abu Rahan Muhammad al-Biruni yang diberi gelar oleh Akbar S. Akhmad dengan gelar ahli Antropologi pertama (bapak Antropologi). Argumentasinya adalah karena al-Biruni seorang observer partisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya beliau juga ahli matematika, astronomi, dan sejarah. Al-Baruni menulis buku kitab al-Hind atau tahqiq ma al-hind, kitab al-saidina yang berisi sejumlah informasi mengenai pengobatan pada waktu itu.
- Ibn Sina yang dengan nama latinnya Avicema, beliau adalah ahli dalam bidang kedoktoran filsafat. Karya besarnya dalam bidang kedoktoran adalah al-Danun fi al-Thib. Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di Universitas-universitas Eropa.
- Umar Khayyam adalah ahli astrinomi, pedoktrinan, fisika dan sebagaian besar karyanya dalam bidang matematika, akan tetapi, beliau lebih dukenal sebagai penyair dan sufi. Beliau adalah penemju koeefesien-koefesien binominal dan memecahkan permasalahan- permasalahan kubus.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintah dinasti Abbasiyah kali pertama dipimpin oleh Abu Abbas al-Safah. Yang mana bani Abbas ini berlangsung selama kurang lebih tiga setengah abad. Dalam kurun waktu yang bnbegitu lama maka pemerintahan ini dibagi menjadi lima fase.
Dalam suatu pemerintahan adakalanya mencapai masa pendirian, masa kemajuan dan masa kemunduran, begitu halnya dengan pemerintahan bani Abbas sendiri, yang mana pendiri dinasti bani Abbas yaitu Abu Abbas al-Salaf dan Abu Ja’far al-Mansur. Kemudian masa kemajuan atau keemasan terjadi pada fase kedelapan kholifah berikutnya yaitu Al-Mahdi, Harun ar-Rosyid, dan sampai pada al-mutawakkil. Masa kemunduran juga manimpa dinasti Abbas sendiri. Beberapa faktor penyebabnya antara lain, adanya faham mu’tazilah yang dijadikan sebagai madzhab resmi negara. Dan munculnya dinasti-dinasti kecil yang tidak mengakui pemerintahan ini.
Kemajuan yang dicapai bani Abbasiah pun beragam, terlebih dalam urusan Ilmu pengetahuan, ilmu Agama pun ikut berkembang pesat.
Munculnya ilmu kalam mu’tazilah, juga munculnya para ulama’ besar dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti halnya Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i mereka adalah ahli dalam bidang hadits dan fiqih, katya tulis mereka pun banyak dipelajari oleh para pelajar, seperti Al-Mutawattho’ karya tulis Imam MAlik, juga karya tulis yang di hasilkan oleh Imam Syafi’I, yaitu kitab Al-Umm dalam bidang fiqh.
Selain ulama’ besar di atas juga terdapat para ulama’ yang lain seperti Zakaruyah al-Rozi seorang ahli kedokteran klinis dan penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmi kimia. Al-Farabi atau yang lebih dikenal dengan Alpharabius seorang filosof dalam ilmu logika, matematika dan pengobatan. Dan juga Ibnu Sina atau Aucenna yang ahli dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat.
Oleh karena itu, kejayaan Islam pada masa Bani Abbasiah bisa dijadikan potret masa depan Islam di masa mendatang. Dan untuk mencapai dan memiliki kejayaan dan kemajuan islam kembali.

Kamis, 27 Oktober 2011

Matan Kitab jurumiyah

 Http://muhammad-nazar.blogspot.com
تم إعداد هذا الملف آليا بواسطة المكتبة الشاملة


الكتاب : متن الآجرومية
متن الآجرومية
ابن آجروم
الإمام العامل، بحر العلوم أبو عبد الله محمد بن محمد بن آجروم الصنهاجي
محمد بن محمد بن داود الصنهاجي، أبو عبدالله. ولد في فاس سنة 672 هـ (1273 م) وتوفي فيها سنة 723 هـ ( 1323 م ).
نحوي اشتهر برسالته " الآجرومية" وقد شرحها كثيرون. وله " فرائد المعاني في شرح حرز الأماتي " مجلدان منه الأول والثاني لعلهما بخطّه في خزانة الرباط ( 146 أوقاف ) " ويعرف بشرح الشاطبية . وله مصنفات أخرى وأراجيز.
وقال ابن العماد الحنبلي في شذرات الذهب ( ج6 ص 62 ) : أبو عبدالله محمد بن
محمد بن داود الصنهاجي النحْوي المشهور بابن آجُّروم ( بفتح الهمزة الممدودة
وضم الجيم والراء المشددة ) ومعناه بلغة البربر الفقير الصوفي. صاحب المقدمة المشهورة بالأجرومية.
قال ابن مكتوم في تذكرته : نحوي مقرئ له معلومات من فرائض وحساب وأدب بارع، وله مصنفات وأراجيز. وقال غيره : المشهور بالبركة والصلاح، ويشهد لذلك عموم النفع بمقدمته.
أنواع الكلام
الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع .
وأقسامه ثلاثة : اسم ، وفعل ، وحرف جاء لمعنى .
فالاسم يعرف : بالخفض ، والتنوين ، ودخول الألف واللام ، وحروف الخفض وهي : من وإلى وعن وعلى وفي ورب والباء والكاف واللام وحروف القسم وهي : الواو والباء والتاء .
والفعل يعرف بقد والسين و ( سوف ) وتاء التأنيث الساكنة .
والحرف مالا يصلح معه دليل الاسم ولا دليل الفعل .
باب الإعراب
الإعراب هو تغيير أواخر الكلم لاختلاف العوامل الداخلة عليها لفظاً أو تقديراً .
وأقسامه أربعة : رفع ونصب وخفض وجزم فللأسماء من ذلك الرفع والنصب والخفض ولا جزم فيها وللأفعال من ذلك الرفع والنصب والجزم ولا خفض فيها .
باب معرفة علامات الإعراب
للرفع أربع علامات : الضمة والواو والألف والنون .
(1/1)


فأما الضمة فتكون علامة للرفع في أربعة مواضع : الاسم المفرد وجمع التكسير وجمع المؤنث السالم والفعل المضارع الذي لم يتصل بآخره شيء .
وأما الواو فتكون علامة للرفع في موضعين : في جمع المذكر السالم وفي الأسماء الخمسة وهي : أبوك وأخوك وحموك وفوك وذو مال .
وأما الألف فتكون علامة للرفع في تثنية الأسماء خاصة .
وأما النون فتكون علامة للرفع في الفعل المضارع إذا اتصل به ضمير التثنية أو ضمير جمع أو ضمير المؤنثة المخاطبة .
علامات النصب
وللنصب خمس علامات : الفتحة والألف والكسرة والياء وحذف النون .
فأما الفتحة فتكون علامة للنصب في ثلاثة مواضع : في الاسم المفرد وجمع التكسير والفعل المضارع إذا دخل عليه ناصب ولم يتصل بآخره شيء .
وأما الألف فتكون علامة للنصب في الأسماء الخمسة نحو : رأيت أباك وأخاك وما أشبه ذلك .
وأما الكسرة فتكون علامة للنصب في جمع المؤنث السالم .
وأما الياء فتكون علامة للنصب في التثنية والجمع .
وأما حذف النون فيكون علامة للنصب في الأفعال الخمسة التي رفعها بثبوت النون .
علامات الخفض
وللخفض ثلاث علامات : الكسرة والياء والفتحة .
فأما الكسرة فتكون علامة للخفض في ثلاثة مواضع : في الاسم المفرد المنصرف وجمع التكسير المنصرف وجمع المؤنث السالم .
وأما الياء فتكون علامة للخفض في ثلاثة مواضع : في الأسماء الخمسة وفي التثنية والجمع .
وأما الفتحة فتكون علامة للخفض في الاسم الذي لا ينصرف .
علامتا الجزم
وللجزم علامتان : السكون والحذف .
فأما السكون فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع الصحيح الآخر .
وأما الحذف فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع المعتل الآخر وفي الأفعال الخمسة التي رفعها بثبات النون .
المعربات
( فصل ) المعربات قسمان : قسم يعرب بالحركات وقسم يعرب بالحروف .
المعربات بالحركات
(1/2)


فالذي يعرب بالحركات أربعة أشياء : الاسم المفرد وجمع التكسير وجمع المؤنث السالم والفعل المضارع الذي لم يتصل بآخره شيء .
وكلها ترفع بالضمة وتنصب بالفتحة وتخفض بالكسرة وتجزم بالسكون وخرج عن ذلك ثلاثة أشياء : جمع المؤنث السالم ينصب بالكسرة والاسم الذي لا ينصرف يخفض بالفتحة والفعل المضارع المعتل الآخر يجزم بحذف آخره .
المعربات بالحروف
والذي يعرب بالحروف أربعة أنواع : التثنية ، وجمع المذكر السالم ، والأسماء الخمسة ، والأفعال الخمسة ،وهي : يفعلان ، وتفعلان ، ويفعلون ، وتفعلون ، وتفعلين .
فأما التثنية فترفع بالألف وتنصب وتخفض بالياء .
وأما جمع المذكر السالم فيرفع بالواو وينصب ويخفض بالياء .
وأما الأسماء الخمسة فترفع بالواو وتنصب بالألف وتخفض بالياء .
وأما الأفعال الخمسة فترفع بالنون وتجزم بحذفها .
باب الأفعال
الأفعال ثلاثة : ماضٍ ومضارع وأمر نحو : ضرب ويضرب واضرب .
فالماضي مفتوح الآخر أبداً .
والأمر مجزوم أبداً .
والمضارع ما كان في أوله إحدى الزوائد الأربع التي يجمعها قولك ( أنيت ) وهو مرفوع أبداً حتى يدخل عليه ناصب أو جازم .
فالنواصب عشرة وهي :
أنْ و لن و إذن وكي و لام كي و لام الجحود و حتى و الجواب بالفاء و الواو و أو .
والجوازم ثمانية عشر وهي : لم ، ولما ، و ألمْ ، وألمَّا ، ولام الأمر والدعاء ، و ( لا ) في النهي والدعاء ، وإن ، وما ومهما ، وإذ ، وإذما ، وأي ، ومتى ، وأين ، وأيان ، وأنَّى ، وحيثما ، وكيفما ، وإذاً في الشعر خاصة .
باب مرفوعات الأسماء
المرفوعات سبعة وهي : الفاعل ، والمفعول الذي لم يسم فاعله ، والمبتدأ ، وخبره واسم كان وأخواتها وخبر إن وأخواتها والتابع للمرفوع وهو أربعة أشياء : النعت والعطف والتوكيد والبدل .
باب الفاعل
الفاعل هو : الاسم المرفوع المذكور قبله فعله .
وهو على قسمين : ظاهر ومضمر .
(1/3)


فالظاهر نحو قولك : قام زيد ويقوم زيد وقام الزيدان ويقوم الزيدان وقام الزيدون ويقوم الزيدون وقام الرجال ويقوم الرجال وقامت هند ، وتقوم هند ، وقامت الهندان ، وتقوم الهندان ، وقامت الهندات ، وتقوم الهندات ، وتقوم الهنود ، وقام أخوك ، ويقوم أخوك ، وقام غلامي ، ويقوم غلامي ، وام أشبه ذلك .
والمضمر اثنا عشر ، نحو قولك : (( ضربت ، وضربنا ، وضربتَ ، وضربتِ ، وضربتما وضربتم ، وضربتن ، وضرب ، وضربتْ ، وضربا ، وضربوا ، وضربن ))
باب المفعول الذي لم يسم فاعله
وهو : الاسم ،المرفوع ،الذي لم يذكر معه فاعله.
فإن كان الفعل ماضيا ضم أوله وكسر ما قبل آخره ،وإن كان مضارعا ضم أوله وفتح ما قبل آخره .
وهو قسمين : ظاهر ،ومضمر.
فالظاهر نحو قولك (ضرب زيد)و(يضرب زيد)و(أكرم عمرو)و(يكرم عمرو) .
والمضمر نحو قولك (ضربت) وضربنا ، وضربت ، وضربت ، وضربتما ، وضربتم ، وضربتن ، وضرب ، وضربت ، وضربا ، وضربوا ، وضربن .
باب المبتدأ والخبر
المبتدأ : هو الاسم المرفوع العاري عن العوامل اللفظية .
و الخبر : هو الاسم المرفوع المسند إليه, نحو قولك ((زيد قائمٌ )) و ((الزيدان قائمان)) و ((الزيدون قائمون )) و المبتدأ قسمان : ظاهر و مضمر .
فالظاهر ما تقدم ذكره .
و المضمر اثنا عشر , وهي : أنا , ونحن ، وأنت , وأنتِ , وأنتما , وأنتم , وأنتن , وهو , وهي , وهما , وهم , وهن , نحو قولك (( أنا قائم )) و ((نحن قائمون )) وما أشبه ذلك .
و الخبر قسمان :مفرد ؛ و غير مفرد .
فالمفرد نحو (( زيد قائم )) .
وغير المفرد أربعة أشياء : الجار و المجرور , و الظرف , و الفعل مع فاعله , و المبتدأ مع خبره , نحو قولك : ((زيد في الدار , وزيد عندك , وزيد قام أبوه , و زيد جاريته ذاهبة ))
باب العوامل الداخلة على المبتدأ و الخبر
وهي ثلاثة أشياء : كان و أخواتها , و إن وأخواتها , وظننت و أخواتها .
(1/4)


فأما كان و أخواتها , فإنها ترفع الاسم , وتنصب الخبر , وهي : كان , و أمسى , و أضحى , و ظل , و بات , و صار , و ليس , و مازال , و ما انفك , و ما فتئ , و ما برح , و ما دام , و ما تصرف منها نحو : كان , و يكون , و كن , و أصبح , و يصبح , و أصبح , تقول : ((كان زيد قائماً , و ليس عمر شاخصا )) و ما أشبه ذلك .
أما إن و أخواتها فإنها تنصب الاسم و ترفع الخبر , وهي إن،وأن ،ولكن ، وكأن ، وليت ، ولعل ،تقول :إن زيدا قائم ، وليت عمرا شاخص ، وما أشبه ذلك ، ومعنى إن وأن للتوكيد ، ولكن للاستدراك ، وكأن للتشبيه ، وليت للتمني ، ولعل للترجي والتوقع.
وأما ظننت وأخواتها فإنها تنصب المبتدأ والخبر على أنهما مفعولان لها , وهي : ظننت , وحسبت , وخلت , وزعمت , ورأيت , وعلمت , ووجدت , واتخذت , وجعلت , وسمعت ؛ تقول : ظننت زيداً قائما , ورأيت عمراً شاخصا , وما أشبه ذلك .
باب النعت
النعت : تابع للمنعوت في رفعه و نصبه و خفضه , وتعريفه وتنكيره ؛ قام زيد العاقل , ورأيت زيدا العاقل , ومررت بزيد العاقل .
و المعرفة خمسة أشياء : الاسم المضمر نحو : أنا و أنت , و الاسم العلم نحو : زيد و مكة , و الاسم المبهم نحو : هذا وهذه وهؤلاء والاسم الذي فيه الألف واللام نحو : الرجل والغلام , وما أضيف إلى واحد من هذه الأربعة .
والنكرة : كل اسم شائع في جنسه لا يختص به واحد دون آخر ,وتقريبه : كل ما صلح دخول الألف و اللام عليه , نحو الرجل و الفرس .
باب العطف
و حروف العطف عشرة , وهي : الواو , والفاء , وثم , وأو , وأم , وإما ، وبل , ولا ,ولكن , وحتى في بعض المواضع .
فإن عطفت على مرفوع رفعت , أو على منصوب نصبت , أو على مخفوض خفضت , أو على مجزوم جزمت , تقول : ((قام زيد وعمرو , ورأيت زيدا و عمرا , ومررت بزيد وعمرو , وزيد لم يقم ولم يقعد )) .
باب التوكيد
التوكيد : (( تابع للمؤكد في رفعه ونصبه وخفضه وتعريفه وتنكيره )) ويكون بألفاظ معلومة .
(1/5)


وهي : النفس , والعين , وكل , وأجمع , وتوابع أجمع , وهي : أكتع , وأبتع , وأبصع , تقول : قام زيد نفسه , ورأيت القوم كلهم , ومررت بالقوم أجمعين .
باب البدل
إذا أبدل اسم أو فعل من فعل تبعه في جميع إعرابه ز
وهو على أربعة أقسام : بدل الشيء من الشيء , وبدل البعض من الكل , وبدل الاشتمال , وبدل الغلط , نحو قولك : ((قام زيد أخوك ,وأكلت الرغيف ثلثه , ونفعني زيد علمه , ورأيت زيداً الفرس )) , أردت أن تقول الفرس فغلطت فأبدلت زيداً منه .
باب منصوبات الأسماء
المنصوبات خمسة عشر : وهي المفعول به والمصدر وظرف المكان والزمان والحال والتمييز والمستثنى واسم لا والمنادى والمفعول من أجله والمفعول معه وخبر كان وأخواتها واسم إن وأخواتها .
والتابع للمنصوب وهو أربعة أشياء : النعت والعطف والتوكيد والبدل .
باب المفعول به
وهو : الاسم المنصوب الذي يقع عليه الفعل نحو قولك : ضربت زيداً وركبت الفرس .
وهو قسمان : ظاهر ومضمر .
فالظاهر ما تقدم ذكره ، والمضمر قسمان : متصل ومنفصل .
فالمتصل اثنا عشر وهي : ضربني وضربنا وضربك وضربكما وضربكم وضربكن وضربه وضربها وضربهما وضربهم وضربهن .
والمنفصل اثنا عشر وهي : إياي وإيانا وإياك وإياكما وإياكم وإياكن وإياه وإياها وإياهما وإياهم وإياهن .
باب المصدر
المصدر هو : الاسم المنصوب الذي يجئ ثالثا في تصريف الفعل نحو : ضرب يضرب ضربا.
باب المفعول المطلق
وهو قسمان : لفظي ومعنوي فإن وافق لفظه لفظ فعله فهو لفظي نحو : قتلته قتلا , وإن وافق معنى فعله دون لفظه فهو معنوي نحو : جلست قعوداً , وقمت وقوفاً , وما أشبه ذلك .
باب ظرف الزمان و ظرف المكان
ظرف الزمان هو : اسم الزمان المنصوب بتقدير (( في )) نحو اليوم والليلة وغدوة وبكرة وسحرا وغدا وعتمة وصباحا ومساء وأبدا وأمدا وحينما .وما أشبه ذلك .
(1/6)


وظرف المكان هو : اسم المكان المنصوب بتقدير (( في )) نحو : أمام وخلف وقدّام ووراء وفوق وتحت وعند وإزاء وحذاء وتلقاء وثم وهنا . وما أشبه ذلك .
باب الحال
الحال هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الهيئات نحو : (( جاء زيد راكباً )) و (( ركبت الفرس مسرجاً )) و (( لقيت عبد الله راكبا )) وما أشبه ذلك .
ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام ولا يكون صاحبها إلا معرفة .
باب التمييز
التمييز هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الذوات نحو قولك : ((تصبب زيد عرقا )) و (( تفقأ بكر شحما )) و (( طاب محمد نفسا )) و (( اشتريت عشرين كتابا )) و (( ملكت تسعين نعجة )) و (( زيد أكرم منك أبا )) و (( أجمل منك وجها )) .
ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام .
باب الاستثناء
وحرف الاستثناء ثمانية وهي : إلا وغير وسِوى وسُوى وسواء وخلا وعدا وحاشا .
فالمستثنى بإلا ينصب إذا كان الكلام تاما موجبا نحو : (( قال القوم إلا زيدا )) و (( خرج الناس إلا عمرا )) وإن كان الكلام منفيا تاما جاز فيه البدل و النصب على الاستثناء نحو : (( ما قام القوم إلا زيدٌ )) و (( إلا زيدا )) وإن كان الكلام ناقصا كان على حسب العوامل نحو : ((ما قام إلا زيدٌ )) و (( ما ضربت إلا زيداً )) و (( ما مررت إلا بزيد )).
والمستثنى بسِوى وسُوى وسواء وغير مجرور لاغير .
والمستثنى بخلا وعدا وحاشا يجوز نصبه وجره نحو : (( قام القوم خلا زيداً , وزيد )) و (( عدا عمرا و عمرو )) و ((حاشا بكراً و بكرٍ )) .
باب لا
إِعلم أن (( لا )) تنصب النكرات بغير تنوين إذا باشرت النكرة ولم تتكرر (( لا )) نحو : (( لا رجل في الدار )) .
فإن لم تباشرها وجب الرفع ووجب تكرار (( لا )) نحو : (( لا في الدار رجلٌ ولا امرأةٌ )) فإن تكررت جاز إعمالها وجاز إلغاؤها فإن شئت قلت : (( لا رجل في الدار ولا امرأةً )) وإن شئت قلت : (( لا رجل في الدار ولا امرأةٌ )) .
(1/7)


باب المنادى
المنادى خمسة أنواع : المفرد العلم والنكرة المقصودة والنكرة غير المقصودة والمضاف والتشبيه بالمضاف .
فإما المفرد العلم و النكرة المقصودة فيبنيان على الضم من غير تنوين نحو (( يا زيد )) و (( يا جل )) والثلاثة الباقية منصوبة لاغير .
باب المفعول من أجله
وهو الاسم المنصوب الذي يذكر بيانا لسبب وقوع الفعل نحو قولك (( قام زيدٌ إجلالاً لعمروٍ )) و (( قصدتك ابتغاء معروفك )) .
باب المفعول معه
وهو : الاسم المنصوب الذي يذكر لبيان من فعل معه الفعل نحو قولك : ((جاء الأمير والجيش )) و (( استوى الماء والخشبة )) .
وأما خبر (( كان )) وأخواتها واسم (( إن )) وأخواتها فقد تقدم ذكرهما في المرفعات والتوابع ؛ فقد تقدمت هناك .
باب المخفوظات من الأسماء
المخفوظات ثلاثة أنواع : مخفوض بالحرف ومخفوض بالإضافة وتابع للمخفوض .
فأما المخفوض بالحرف فهو : ما يخفض بمن وإلى وعن وعلى وفي وربّ والباء والكاف واللام وحروف القسم وهي : الواو والباء والتاء أو بواو ربَّ وبمذْ ومنذُ .
وأما ما يخفض بالإضافة فنحو قولك : ما يقدر باللام وما يقدر بمن ؛ فالذي يقدر باللام نحو (( غلام زيد ))والذي يقدر بمن نحو (( ثوب خزّ ٍ )) و ((باب ساجٍ )) و (( خاتم حديدٍ )) .
تم بحمد الله
الفهرس
ابن آجروم…1
أنواع الكلام…2
باب الإعراب…2
باب معرفة علامات الإعراب…2
علامات النصب…2
علامات الخفض…3
علامتا الجزم…3
المعربات…3
المعربات بالحركات…3
المعربات بالحروف…4
باب الأفعال…4
باب مرفوعات الأسماء…4
باب المفعول الذي لم يسم فاعله…5
باب المبتدأ والخبر…5
باب العوامل الداخلة على المبتدأ و الخبر…6
باب النعت…6
باب العطف…6
باب التوكيد…7
باب البدل…7
باب منصوبات الأسماء…7
باب المفعول به…7
باب المصدر…8
باب المفعول المطلق…8
باب ظرف الزمان و ظرف المكان…8
باب الحال…8
باب التمييز…8
باب الاستثناء…9
باب لا…9
باب المنادى…9
باب المفعول من أجله…9
(1/8)


باب المفعول معه…10
باب المخفوظات من الأسماء…10
الفهرس…11
(1/9)

Selasa, 18 Oktober 2011

MAKNA CINTA SEJATI DALAM PANDANGAN ISLAM

Makna ‘Cinta Sejati’ terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya? apa itu ‘Cinta Sejati’ dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya?

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos ‘Cinta Sejati‘, dan dibuai oleh impian ‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.
Pada kesempatan ini, saya tidak ingin mengajak saudara menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Dan tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena saya yakin, anda telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, saya ingin mengajak saudara untuk sedikit menyelami: apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Dan cinta model apa yang selama ini menghiasi hati anda?
Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.
Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).
Wah, gimana tuh nasib cinta yang selama ini anda dambakan dari pasangan anda? Dan bagaimana nasib cinta anda kepada pasangan anda? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari.
Anda ingin sengsara karena tidak lagi merasakan indahnya cinta pasangan anda dan tidak lagi menikmati lembutnya buaian cinta kepadanya? Ataukah anda ingin tetap merasakan betapa indahnya cinta pasangan anda dan juga betapa bahagianya mencintai pasangan anda?
Saudaraku, bila anda mencintai pasangan anda karena kecantikan atau ketampanannya, maka saat ini saya yakin anggapan bahwa ia adalah orang tercantik dan tertampan, telah luntur.
Bila dahulu rasa cinta anda kepadanya tumbuh karena ia adalah orang yang kaya, maka saya yakin saat ini, kekayaannya tidak lagi spektakuler di mata anda.
Bila rasa cinta anda bersemi karena ia adalah orang yang berkedudukan tinggi dan terpandang di masyarakat, maka saat ini kedudukan itu tidak lagi berkilau secerah yang dahulu menyilaukan pandangan anda.
Saudaraku! bila anda terlanjur terbelenggu cinta kepada seseorang, padahal ia bukan suami atau istri anda, ada baiknya bila anda menguji kadar cinta anda. Kenalilah sejauh mana kesucian dan ketulusan cinta anda kepadanya. Coba anda duduk sejenak, membayangkan kekasih anda dalam keadaan ompong peyot, pakaiannya compang-camping sedang duduk di rumah gubuk yang reot. Akankah rasa cinta anda masih menggemuruh sedahsyat yang anda rasakan saat ini?
Para ulama’ sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu ‘anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu ‘anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai:
Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.
Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu. Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu ‘anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu.
Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu ‘anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.
Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: “Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?”
Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka ‘Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:
يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.
“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)
Bagaimana saudaraku! Anda ingin merasakan betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi? Ataukah anda mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu?(1)
Tidak heran bila nenek moyang anda telah mewanti-wanti anda agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik: Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri.
Anda penasaran ingin tahu, mengapa kenyataan ini bisa terjadi?
Temukan rahasianya pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. رواه الترمذي وغيره
“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:
كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ
Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).
Dahulu, tatkala hubungan antara anda dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat anda, sehingga anda hanyut oleh badai asmara. Karena anda hanyut dalam badai asmara haram, maka mata anda menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga andapun bersemboyan: Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:
حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ
Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.
Akan tetapi setelah hubungan antara anda berdua telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata anda, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa anda. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangan anda seperti apa adanya. Saat itu anda mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan anda tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Anda mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:
فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة 102
“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)
Mungkin anda bertanya, lalu bagaimana saya harus bersikap?
Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani anda. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan anda kabur dan anda tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.
Mungkin anda kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?
Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه
“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan pada hadits lain beliau bersabda:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.
“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.
الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف 67
“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)
Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه
“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)
Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.
Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.
Saudaraku! setelah anda membaca tulisan sederhana ini, perkenankan saya bertanya: Benarkah cinta anda suci? Benarkah cinta anda adalah cinta sejati? Buktikan saudaraku…
Wallahu a’alam bisshowab, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan.
***
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Dipublikasi ulang dari www.pengusahamuslim.com
Footnote:
1) Saudaraku, setelah membaca kisah cinta sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar ini, saya harap anda tidak berkomentar atau berkata-kata buruk tentang sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar. Karena dia adalah salah seorang sahabat nabi, sehingga memiliki kehormatan yang harus anda jaga. Adapun kesalahan dan kekhilafan yang terjadi, maka itu adalah hal yang biasa, karena dia juga manusia biasa, bisa salah dan bisa khilaf. Amal kebajikan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu banyak sehingga akan menutupi kekhilafannya. Jangan sampai anda merasa bahwa diri anda lebih baik dari seseorang apalagi sampai menyebabkan anda mencemoohnya karena kekhilafan yang ia lakukan. Disebutkan pada salah satu atsar (ucapan seorang ulama’ terdahulu):
مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ مَنْ عَابَهُ بِهِ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ
“Barang siapa mencela saudaranya karena suatu dosa yang ia lakukan, tidaklah ia mati hingga terjerumus ke dalam dosa yang sama.”

Kamis, 13 Oktober 2011

WIRID IMAM ABU BAKAR BIN ABDURRAHMAN AS-SYAKRAAN

WIRID IMAM ABU BAKAR BIN ABDURRAHMAN AS-SYAKRAAN
 
TERJEMAHAN :
Terjemahan doa Al Imam Al Hafidh Al Musnid Abubakar Assakran bin Al Hafidh Al Musnid Al Imam Abdurrahman Assegaf

Wahai Allah Aku berlindung dan membentengi diriku dengan Pemeliharaan Allah, yg panjangnya  menurut kehendak Allah (tiada terbatas panjangnya,  sepanjang usia, makanan, minuman, ucapan, panca indra, perasaan dll pd diriku), 

Kuncinya adalah Laa ilaaha illallah (sebagaimana benteng mestilah memiliki kunci yg kuat, dan kunci benteng pagar Allah ini adalah kekuatan Laa ilaaha illallah),dan Gerbangnya adalah Muhammad Rasulullah saw (setiap musuh yg akan menyerang akan berhadapan dengan Rasulullah saw, maka jadilah musuhku adalah musuh Nabi saw),atapnya adalah Laa haula wala quwwata illa billah (atap adalah yg menaungi dari panas dan hujan, dan atap dalam doa ini yg dimaksud adalah takdir yg akan turun kepada ku, kupayungi dg : Tiada daya dan Upaya terkecuali dengan kekuatan Allah”),
membentengiku dari….(surat Al fatihah),

Terjagalah.. terjagalah.. terjagalah.., demi ayat… (ayatulkursiy),

Kami memohon perlindungan sebagaimana para malaikat membentengi Madinah sang Nabi saw,
perlindungan yg tak membutuhkan parit dan dinding,
dari segala ketentuan yg tak menguntungkan,
ancaman segala yg mengancam, dan dari segala kejahatan,
Kami berlindung kepada Allah..,   Kami berlindung kepada Allah.., Kami berlindung kepada Allah..,
dari musuh musuh kami dan musuh musuh Allah,
(perlindungan yg segera turun langsung) dari kaki Arsy Allah kepada hamparan Bumi Allah, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah,

Perbuatan Nya (swt) tak akan terhalangi, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah,
Penjagaan Nya (swt) tak akan bisa ditembus, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah,

Wahai Allah jika ada seseorang yg menghendaki atasku kejahatan dari golongan Jin, manusia dan binatang buas, dan dari segenap makhluk lainnya, dari golongan manusia, syaitan, penguasa, atau godaan ancaman lainnya, maka tolaklah pandangan mereka tertunduk,
dan jiwa mereka dalam kerisauan,
dan kedua tangan mereka dg kesialan dan kerugian (ketika akan mencelakakanku),
dan pendamkan mereka dari kaki hingga kepalanya (dalam kelemahan dan kegagalan dalam mencelakakanku), (dimanapun mereka berada) apakah di lembah yg sedang mereka lewati, atau digunung yg sedang mereka daki, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah.

----

Imam Abubakar Assakran membuat doa ini untuk mendoakan seluruh musuh musuhnya agar tak berdaya mencelakai, dan ketika mereka menyerang maka mereka berhadapan dg pintu benteng, yaitu Nabi Muhammad saw sebagai pintu rahmat Nya swt.

Wallahu a’lam